Headshot [2016] : Perhatian, Ini Bukan The Raid

1:14 PM


Bunuh!! Dan tikam!!! Mengasah kultur belati!!! Pawai rayakan nyeri!!!

Penggalan lirik lagu Deadsquad - Dominasi Belati langsung mengalir deras di otak saya begitu nonton trailer Headshot beberapa bulan lalu. Darah, muka babak belur, sayatan-sayatan pisau Iko Uwais, sampai peluru-peluru terbang di sana-sini. Semua ke-gory-an itu membuat jantung saya berpacu kencang. Namun, sekejap semua berubah drastis. Wajah Chelsea Islan yang lebih lucu dari biasanya mendominasi layar monitor dan membuyarkan dentuman musik cadas itu begitu saja. Bro, Chelsea Islan berkacamata adalah imaji semu setiap pria yang selalu bisa membuat hati yang runyam mendadak melow.

Tingginya ekspektasi (dan kelucuan Chelsea Islan berkacamata) lah yang justru membuat saya takut kalau Headshot bakal nge-flop. Kita semua tahu, sejauh ini Chelsea Islan selalu mendapat peran sebagai cewek baik-baik, atraktif, pintar, namun lugu. Peran itu juga dimainkan Chelsea Islan dalam film-film drama atau malah sitkom centil. Tak terbayangkan seorang Chelsea Islan (berkacamata pula) main film action berdarah-darah khas Mo Brothers.


Sejak film dimulai, Headshot langsung menunjukkan tajinya. Adegan Mr. Lee (Sunny Pang) keluar dari penjara berlangsung sangat tegang dan berujung eksplosif. Tembak-tembakan dan darah di mana-mana. Tak butuh waktu lama hingga title still "Headshot" menutup intro. Mantap.

Film dilanjutkan dengan pengenalan Ailin (Chelsea Islan), seorang coass dokter cantik jelita asal Jakarta yang bertugas di rumah sakit daerah terpencil. Kebetulan, ia menangani pasien tanpa nama (Iko Uwais) yang sedang koma. Sejak ditemukan sekarat di pinggir pantai, tubuhnya penuh dengan luka. Scene mellow, dimulai dengan rasa penasaran Ailin soal identitas pasiennya. Daripada bingung, sang pasien diberi nama "Ishmael". Tak lama, Ishmael bangun dari tidur panjangnya, ia mengaku tidak ingat apapun soal dirinya. Sebagai dokter pribadinya, Ailin merasa bertanggungjawab membantu Ishmael memulihkan ingatannya. Ia mengajak Ishmael keliling pulau untuk mencari tahu jatidiri Ishmael hingga masa coass-nya berakhir.

Selanjutnya, plot bergerak dengan kembali ke Mr. Lee yang sedang melakukan jual beli senjata dan narkoba dengan preman lokal. Sayangnya, pertemuan itu berujung pembantaian sadis. Setelah adegan bunuh-membunuh, seorang preman yang tersisa (Ganindra Bimo) memohon pengampunan dengan memberi informasi tentang keberadaan Ishmael, yang ternyata adalah mantan anak buah Mr. Lee yang berkhianat. Mengetahui Ishmael masih hidup, Mr. Lee berencana membunuh Ishmael. Alih-alih berhasil membunuh Ishmael, anak buah Mr. Lee malah menculik Ailin dalam bus yang hendak pulang ke Jakarta. Sejak titik ini, film action sebenarnya baru saja dimulai.

Seperti film Iko Uwais yang sudah-sudah, ia menghadapi satu-persatu musuhnya. Perkelahian membabi buta dengan berbagai senjata, babak belur, bergelimang darah, namun tetap menang pada akhirnya. Mirip storyline dalam game-game action, ia mulai dari level yang paling mudah, lalu naik ke level yang lebih susah. Masih seperti game, setiap Ishmael mengalahkan musuh untuk menyelamatkan gadisnya, ia mendapat reward yang akan membuka satu-persatu puzzle misteri masa lalunya. 


Mau tidak mau, banyak orang membandingkan Headshot dengan franchise The Raid. Meski pemain antagonisnya identik (kecuali kali ini tanpa Yayan Ruhiyan dan Cecep Arif Rahman), perbedaan mencolok Headshot dengan film Gareth Evans itu adalah adanya backstory yang kuat antar karakter-karakternya. Jika pada The Raid : Redemption dan The Raid : Berandal setiap level yang dilalui Iko Uwais hanya sebatas misi survival semata, kali ini setiap musuh Iko punya andil besar dalam mengobrak-abrik emosi karakter Iko. Maka dari itu, tinggi-rendahnya level musuh Iko di Headshot tidak hanya diukur dari skill berantem mereka, tapi juga tingkat kedekatan mereka dalam backstory masing-masing.

Secara keseluruhan, Headshot sangatlah menghibur. Adegan action sadisnya begitu menggairahkan. Banyak penonton wanita yang sampai menutup mata setiap benda tajam menusuk salah satu tubuh. Begitu pula tak sedikit laki-laki berteriak "Ouuuuu..." saat telinga Ganindra Bimo sobek bercucuran darah karena tertembak pistol. Semua keseruan yang ada di dalamnya seperti menegaskan bahwa Mo Brothers memang jagonya memproduksi adegan action yang gila, terangkum dalam sinematografi yang apik. Tak lepas koreografi arahan Iko, yang membuat aktor macam Sunny Pang hingga Julie Estelle jungkir balik berbaku hantam dengan garangnya. Selain itu, makeup artist film ini layak mendapat pujian tinggi. Bekas jahitan, luka lebam, luka bakar, hingga darah yang bercucuran benar-benar realistis....


Namun, di dunia ini tiada gading yang tak retak. Meski Headshot dibilang sangat menghibur sebagai film action, tapi sentuhan drama romantis yang ada di dalamnya justru menganggu keseruan film secara keseluruhan. Memang, sebagian besar sentuhan itu hanya terdapat di bagian awal dan akhir film, akan tetapi penggunaan waktu antara scene mellow dan scene action jadi terasa kurang berimbang. Saat adegan romantis Ishmael dan Ailin, tempo film berlangsung lambat dan cenderung lame. Dialog yang berlangsung antar keduanya terdengar sangat terstruktur, terasa kurang mengalir natural. Chemistry Iko Uwais dan Chelsea Islan juga masih terasa awkward. Iko Uwais terlalu serius sampai-sampai tak bisa diajak bercanda, di sisi lain Chelsea Islan tampil begitu centil tapi struktur bahasanya kaku. 

Keadaan yang mengganggu ini sejenak berubah setelah memasuki adegan action, tempo film terasa cepat dan tegang. Hal ini membuat Headshot menjadi timpang, terutama saat memasuki masa transisi dari adegan romantis ke adegan tegang di awal-awal film. Seharusnya, Headshot bisa memangkas beberapa sentuhan drama yang kurang penting seperti penokohan Pak Romli lalu menggantinya dengan pemaparan backstory hubungan Ishmael dan Mr. Lee saat masih bekerja sama. Malahan, porsi backstory keduanya dirasa terlalu sedikit sehingga banyak penonton yang masih bertanya-tanya "Trus tadi pedang katana patah maksudnya apa?"

Sekali lagi, tiada guna berekspektasi. Ketakutan saya sedikit menjadi nyata. Kalau dipikir-pikir, adanya karakter Ailin yang diperankan Chelsea Islan malah menjadi batu ganjalan yang mengganggu bagi Headshot. Dengan berat hati, IMO Headshot bisa saja lebih bagus jika dipaparkan tanpa mengikutsertakan polemik Chelsea Islan dan Ailin-nya yang terlalu panjang.



Headshot [2016]
Director : Timo Tjahjanto, Kimo Stamboel
Screenplay by : Timo Tjahjanto
Cast : Iko Uwais, Chelsea Islan, Sunny Pang, Julie Estelle, Very Tri Yulisman, David Hendrawan, Zack Lee, Ganindra Bimo
B
***

Listening to : Andre Harihandoyo & Sonic People - Impostor Heart <-- Soundtracknya Headshot oke juga

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook